Median Jalan Rp800 Juta Dipasang Tanpa Pondasi, Spekteknis PUPR Dinilai Aneh dan Menyimpang dari Standar

Lokasi proyek pembangunan kanstin. Foto KabarGEMPAR.com/Myd.

KARAWANG | KabarGEMPAR.com – Proyek median jalan di kawasan Monumen Pangkal Perjuangan, Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, kembali memicu kontroversi. Pemasangan kanstin median yang menelan anggaran Rp800 juta ternyata dilakukan tanpa pondasi beton, hanya menggunakan pasir sebagai alas di atas tanah.

Pantauan KabarGEMPAR.com di lapangan membuktikan kanstin tampak rapuh berdiri tanpa penopang kokoh. Pengawas Dinas PUPR Karawang membenarkan hal itu.

“Memang tidak ada pondasi. Pemasangan kanstin langsung di atas tanah, sesuai dengan perencanaan teknis,” jelas pengawas PUPR, Kamis, (25/9/2025).

Pelaksana proyek dari CV. Kawan Lama Nusantara menambahkan, metode tersebut bukan bentuk kelalaian, melainkan memang tercantum dalam spekteknis.

“Kami mengikuti spekteknis yang sudah ditetapkan. Pemasangan kanstin langsung di atas tanah dengan alas pasir tanpa semen itu sudah tertuang dalam dokumen perencanaan,” ujar perwakilan kontraktor.

Namun, metode pemasangan ini jelas berbeda dengan standar konstruksi yang biasa digunakan. Berdasarkan acuan umum SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan, pemasangan kanstin seharusnya menggunakan lapisan pondasi atau beton untuk memastikan kekuatan dan daya tahan. Tanpa pondasi, risiko pergeseran, penurunan, dan kerusakan dini menjadi sangat tinggi.

Warga setempat pun mempertanyakan, “Setahu saya bangunan apa pun butuh pondasi, apalagi median jalan yang kena getaran kendaraan setiap hari. Kalau cuma pasir tanpa semen, jelas gampang rusak. Ini proyek besar, kok hasilnya seperti kerja tambal sulam?” ujar seorang warga setempat.

Warga semakin heran ketika mengetahui nilai proyek mencapai Rp800 juta. Proyek ini mencakup pelebaran jalan sepanjang 71 meter lebar 1 meter, pelebaran 125 meter lebar 2 meter, dan median jalan sepanjang 742 meter. Dana berasal dari PAD Karawang 2025 dengan masa pelaksanaan 26 Agustus hingga 24 Oktober 2025.

Pemerhati kebijakan publik Jiji Makriji menilai spekteknis tersebut sebagai bukti perencanaan asal-asalan.

“Kalau benar spekteknis menyatakan tanpa pondasi, itu artinya sejak perencanaan sudah menyalahi prinsip konstruksi yang benar. Bayangkan, proyek ratusan juta dirancang dengan metode yang bertentangan dengan standar SNI. Itu pelecehan terhadap akuntabilitas publik,” tegas Jiji.

Jiji mendesak Pemkab Karawang mengevaluasi dokumen proyek ini secara terbuka.

“Perlu evaluasi total mulai dari RAB, desain teknis, hingga pelaksanaan. Aparat penegak hukum juga wajib turun tangan. Kalau ada unsur kesengajaan, ini bisa mengarah pada perbuatan melawan hukum yang merugikan negara,” ujarnya.

Ia menambahkan, kasus ini bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar pola perencanaan proyek infrastruktur yang terkesan hanya mengejar serapan anggaran.

“Kalau publik dibiarkan menerima pekerjaan seperti ini, Karawang akan terus terjebak dalam lingkaran proyek asal-asalan. Padahal anggaran besar seharusnya menghasilkan infrastruktur yang kokoh dan bermanfaat panjang,” tandasnya.

Publik kini menunggu langkah nyata Pemkab Karawang. Apakah pemerintah akan membiarkan spekteknis janggal ini terus dijadikan alasan, atau berani melakukan koreksi agar uang rakyat tidak terus terkubur dalam proyek rapuh?

Laporan: Tim Kabar Karawang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup