Dedi Mulyadi Terancam Jeruji Besi, Diduga Alihkan DBHP Rp71,7 Miliar untuk Infrastruktur Purwakarta
PURWAKARTA | KabarGEMPAR.com – Dugaan penyimpangan Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) Kabupaten Purwakarta kembali menyeruak ke publik. Mantan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, diduga mengalihkan DBHP selama tiga tahun anggaran, yakni 2016 hingga 2018, dengan nilai total mencapai Rp71,7 miliar. Dana yang semestinya menjadi hak desa itu disebut-sebut dipakai untuk membiayai pembangunan infrastruktur lain di luar peruntukannya.
Padahal, DBHP merupakan hak konstitusional desa yang wajib disalurkan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dana ini seharusnya masuk ke kas desa untuk menunjang pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan penyelenggaraan pemerintahan desa.
Ambu Anne Pernah Singgung
Dugaan penyelewengan ini pernah disinggung oleh Bupati Purwakarta periode berikutnya, Anne Ratna Mustika (Ambu Anne), yang tak lain adalah mantan istri Dedi Mulyadi.
Ambu Anne secara terbuka menyebut adanya tunggakan DBHP tiga tahun kepada desa-desa. Menurutnya, saat ia menjabat, dirinya sudah berupaya menuntaskan sebagian kewajiban dengan membayar Rp27 miliar tunggakan DBHP tahun 2016.
Namun, DBHP tahun 2017 dan 2018 yang nilainya lebih besar masih menyisakan tunggakan, dan hingga kini belum diselesaikan oleh Pemkab Purwakarta.
“Waktu saya menjabat, saya sudah melunasi tunggakan DBHP tahun 2016 sebesar Rp27 miliar. Tapi untuk 2017 dan 2018 memang belum bisa diselesaikan,” ungkap Ambu Anne kala itu.
Rincian Tunggakan DBHP Purwakarta 2016–2018

Berdasarkan data yang dihimpun redaksi, nilai tunggakan DBHP yang tidak pernah disalurkan ke desa-desa di Purwakarta mencapai Rp71,7 miliar dengan rincian:
Tahun 2016: Rp27 miliar (sudah dibayarkan sebagian oleh Ambu Anne saat menjabat)
Tahun 2017: Rp21,2 miliar (belum disalurkan)
Tahun 2018: Rp23,5 miliar (belum disalurkan)
Dana tersebut semestinya masuk ke rekening desa sebagai hak wajib, namun alirannya diduga dialihkan untuk menutup pembiayaan sejumlah proyek infrastruktur strategis.
Skema Pengalihan Diduga untuk Infrastruktur
Informasi yang dihimpun menyebutkan, di masa kepemimpinan Dedi Mulyadi, sebagian DBHP justru dipakai untuk membiayai pembangunan jalan, gedung pemerintahan, serta proyek fisik lain yang diklaim sebagai program strategis kabupaten.
Jika benar demikian, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hukum, karena jelas merugikan desa-desa di Purwakarta dengan nilai kerugian mencapai puluhan miliar rupiah.
Pakar hukum keuangan daerah menegaskan, jika ada unsur kesengajaan mengalihkan dana desa untuk pos lain di luar peruntukan, maka bisa dijerat dengan UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Potensi Jerat Hukum
Dengan adanya tunggakan DBHP senilai Rp71,7 miliar, desa-desa di Purwakarta jelas mengalami kerugian besar. Tidak sedikit program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang tertunda akibat dana tersebut tidak pernah sampai ke desa.
Dedi Mulyadi berpotensi terseret jerat hukum jika aparat penegak hukum menemukan bukti bahwa pengalihan DBHP dilakukan secara sengaja. Selain itu, pejabat di lingkungan Pemkab Purwakarta saat itu, termasuk SKPD terkait, juga bisa ikut diperiksa karena dianggap mengetahui alur penganggaran.
Desa Dirugikan, Publik Menunggu Penegakan Hukum
Publik kini menanti langkah tegas aparat penegak hukum, terutama Kejaksaan Tinggi Jawa Barat maupun Kejaksaan Agung RI, untuk menelisik dugaan tunggakan DBHP Purwakarta tahun 2016–2018.
Bila terbukti ada praktik pengalihan DBHP senilai Rp71,7 miliar, maka bukan tidak mungkin Dedi Mulyadi dan pihak terkait bisa masuk bui atas dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Bagi desa-desa, penuntasan kasus ini penting agar hak mereka tidak lagi diabaikan, sekaligus menjadi pelajaran agar DBHP yang merupakan amanat undang-undang tidak diselewengkan untuk kepentingan lain.
Suara Tegas Aktivis Anti Korupsi
Aktivis Peduli Indonesia Raya, Haetami Abdallah, menegaskan bahwa dugaan pengalihan DBHP ini adalah bentuk pelanggaran serius yang harus segera ditindak.
“Hukum tidak boleh tunduk pada kekuasaan, kepentingan politik, atau kelompok tertentu. Prinsipnya jelas: hukum berdiri di atas segalanya dan berlaku untuk semua tanpa terkecuali,” tegas Haetami.
Ia menambahkan, siapapun pelakunya, jika terbukti bersalah harus bertanggung jawab penuh.
“Kalau memang ada bukti kuat bahwa Dedi Mulyadi mengalihkan DBHP untuk proyek lain, maka proses hukum harus dijalankan. Saya menuntut aparat penegak hukum bertindak tegas, tanpa tebang pilih, tanpa kompromi. Saya siap melaporkan kasus ini ke Aparat Penegak Hukum (APH) agar diusut secara transparan,” ujarnya.
Lebih jauh, Haetami menyoroti tanggung jawab moral Presiden Prabowo Subianto dalam menjaga supremasi hukum di Indonesia.
“Jika Presiden Prabowo ingin membuktikan bahwa penegakan hukum di era kepemimpinannya bebas dari intervensi, maka beliau harus menginstruksikan kepolisian, kejaksaan, maupun KPK untuk bergerak cepat. Tidak boleh ada pengecualian, bahkan terhadap tokoh besar sekalipun. Keadilan adalah milik semua warga negara,” tandasnya.
Reporter: Heri Juhaeri | Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com