Dishub Purwakarta Bantah Terima Setoran Parkir Taman Batu
PURWAKARTA | KabarGEMPAR.com – Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Purwakarta, Iwan Soeroso Soediro, angkat bicara terkait dugaan adanya pungutan retribusi parkir liar di Kawasan Wisata Taman Batu yang ramai dikunjungi wisatawan. Iwan menegaskan bahwa tidak ada satu rupiah pun dari parkir di kawasan tersebut yang tercatat dalam setoran resmi ke kas Dishub.
“Retribusi parkir di Kawasan Wisata Taman Batu? Kalau dari tempat itu tidak ada sama sekali,” tegas Iwan saat dihubungi di Purwakarta, Jumat (31/10/2025).
“Kalau resmi dari Dishub, karcisnya berbeda. Jadi kalau ada pungutan di sana, itu bukan bagian dari sistem resmi kami,” tambahnya.
Namun, pernyataan berbeda datang dari lapangan. Dede, salah satu juru parkir di area wisata Taman Batu, justru menyebut adanya setoran ke instansi Dishub, meski tidak mengetahui besaran maupun mekanismenya.
“Ke Dishub ada, pokoknya sekitar ada lah. Kurang tahu berapa persen, tapi ada lah. Bukan cuma motor, ada mobil juga,” ujar Dede di lokasi saat ditemui KabarGEMPAR.com.
Pernyataan yang bertolak belakang ini memunculkan tanda tanya besar soal ke mana aliran uang parkir di kawasan wisata tersebut mengalir. Apalagi, Taman Batu dikenal sebagai destinasi wisata alam yang ramai setiap akhir pekan, dengan potensi pendapatan parkir mencapai jutaan rupiah per hari.
Potensi Pelanggaran dan Sanksi Hukum
Bila benar terdapat pungutan tanpa dasar hukum, maka praktik tersebut berpotensi melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, setiap pungutan yang dilakukan tanpa dasar peraturan daerah (Perda) dapat dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli).
Selain itu, dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pembayaran yang tidak seharusnya diterima, dapat dijerat pidana penjara paling lama 20 tahun.
Dengan demikian, jika benar ada oknum yang mengatasnamakan instansi untuk menarik retribusi tanpa dasar hukum, maka tindakan itu bukan sekadar pelanggaran administrasi, tetapi bisa masuk kategori tindak pidana korupsi.
Seruan Transparansi dan Audit
Pengamat kebijakan publik dan tata kelola keuangan daerah, Dr. Asep Suryana, menilai perbedaan keterangan antara pejabat dan petugas lapangan menandakan minimnya pengawasan sistem retribusi daerah.
“Ini masalah klasik: antara laporan resmi dan praktik di lapangan sering tidak sinkron. Perlu audit internal segera. Jika tidak, kebocoran retribusi daerah akan terus terjadi,” ujarnya kepada KabarGEMPAR.com.
KabarGEMPAR.com mencoba mengonfirmasi kembali ke pihak pengelola wisata Taman Batu, namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi.
Kasus Taman Batu menjadi cermin lemahnya tata kelola retribusi daerah. Di satu sisi, sektor pariwisata terus tumbuh. Di sisi lain, potensi PAD (Pendapatan Asli Daerah) justru bocor di tengah jalan. Jika benar ada pungutan tanpa dasar hukum, aparat penegak hukum wajib turun tangan agar uang rakyat kembali ke kas daerah, bukan ke kantong pribadi.
Reporter: Heri Juhaeri
Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com


