Jurnalis Boleh Lelah, Tapi Jangan Lengah

Ilustrasi

Oleh: Mulyadi | Pemimpin Redaksi KabarGEMPAR.com

DI NEGERI yang makin gemar menyembunyikan data dan memoles citra, jurnalis seharusnya jadi pengganggu. Bukan penggembira. Tapi realitas hari ini menunjukkan sebaliknya semakin banyak jurnalis yang memilih aman, diam, atau, bahkan bergandeng mesra dengan penguasa.

Padahal, jurnalisme bukan pekerjaan biasa. Ini profesi yang menuntut nyali, integritas, dan komitmen moral. Ketika seorang jurnalis menyusun paragraf pertama, ia sedang menantang kebohongan. Ketika ia memutuskan tidak menulis karena datanya belum sahih, di situlah komitmen diuji.

Namun hari ini, komitmen itu makin mahal. Di tengah tekanan ekonomi, ketakutan akan doxing, dan gelombang disinformasi, banyak jurnalis terjebak pada kompromi: menerima amplop, menulis pesanan, atau membiarkan diri jadi alat propaganda. Yang lebih menyedihkan, semua itu dibungkus dengan dalih: “Saya hanya kerja.”

Jurnalisme tidak boleh jadi tempat berlindung bagi ketidakjujuran.

Komitmen jurnalis adalah benteng terakhir bagi akal sehat publik. Tanpa itu, berita akan hanyut dalam kabut kepentingan. Media berubah menjadi pengeras suara kekuasaan. Dan jurnalis? Hanya jadi juru ketik dengan gaji pas-pasan dan integritas yang makin menipis.

Di tengah zaman yang bising ini, jurnalis dituntut lebih dari sekadar hadir. Ia harus tangguh, teguh, dan terus belajar. Karena musuh jurnalisme bukan hanya sensor dan represi, tapi juga rasa nyaman yang membuat kita lupa: tugas kita bukan menyenangkan, tapi menyadarkan.

Komitmen jurnalis adalah nyala kecil yang tak boleh padam. Karena saat ia padam, kita semua akan berjalan dalam gelap, tanpa suara, tanpa arah, tanpa harapan.

Tutup