Kasus Dugaan Penganiayaan di Padalarang Mandek, Publik Desak Polri Bertindak Sesuai Hukum
BANDUNG BARAT | KabarGEMPAR.com – Penanganan kasus dugaan penganiayaan di wilayah hukum Polsek Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, menuai sorotan publik. Lebih dari dua bulan berlalu sejak laporan dibuat, namun belum ada tanda-tanda penahanan terhadap terlapor maupun perkembangan berarti dalam proses penyidikan.
Kasus ini melibatkan Oyok Suharni sebagai pelapor dan Hendrik Herdiansah sebagai terlapor. Berdasarkan data yang dilansir dari Rajawali News, laporan resmi terkait dugaan penganiayaan tersebut telah dibuat pada 20 Agustus 2025, disertai penerbitan Surat Tanda Bukti Laporan Polisi (STBL) oleh pihak kepolisian.
“Saya hanya ingin keadilan ditegakkan. Jangan sampai hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah,” ujar Bu Oyok kepada wartawan, Minggu (2/11/2025). Dikutip dari Rajawali News.
Diduga Langgar Prinsip KUHAP dan Asas Kesetaraan Hukum
Mandeknya penanganan kasus tersebut dinilai berpotensi bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa penyidik berwenang menerima laporan, melakukan penyelidikan, dan melanjutkan ke tahap penyidikan guna menemukan bukti permulaan yang cukup.
Sementara Pasal 50 KUHAP menjamin hak korban atau pelapor untuk memperoleh kepastian hukum dalam waktu yang wajar. Lambannya proses ini dikhawatirkan melanggar asas due process of law dan equality before the law, sebagaimana dijamin oleh Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di depan hukum.
Desakan Audit Internal oleh Polda Jawa Barat
Publik pun mulai mempertanyakan kinerja Polsek Padalarang yang dinilai tidak responsif terhadap laporan warga. Sejumlah pihak meminta agar Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) serta Pengamanan Internal (Paminal) Polda Jawa Barat segera melakukan pemeriksaan terhadap proses penanganan perkara ini.
Desakan tersebut mengacu pada Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, yang mengatur kewajiban penyidik untuk menindaklanjuti laporan masyarakat secara profesional dan transparan.
Polri Harus Tegakkan Prinsip Profesionalisme
Praktisi hukum, Asep Agustian, SH., MH., menilai Polri wajib menjaga kepercayaan publik melalui penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses penegakan hukum.
“Kasus seperti ini bisa menggerus kepercayaan masyarakat jika tidak segera ada langkah nyata. Polri perlu memastikan semua laporan masyarakat diproses secara setara tanpa pandang bulu,” ujar Asep.
Ia menambahkan, Polri juga terikat oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang mewajibkan setiap anggota kepolisian bertindak berdasarkan profesionalisme, proporsionalitas, dan keadilan.
Selain itu, Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri menegaskan bahwa setiap anggota kepolisian dilarang menunda-nunda penanganan perkara tanpa alasan hukum yang sah.
Kasus dugaan penganiayaan di Padalarang ini kini menjadi ujian bagi komitmen Polri dalam mewujudkan penegakan hukum yang adil, transparan, dan tidak diskriminatif.
Jika dalam waktu dekat tidak ada perkembangan konkret, publik dikhawatirkan akan semakin kehilangan kepercayaan terhadap institusi penegak hukum yang seharusnya menjadi pelindung dan pengayom masyarakat.
Laporan: Tim Kabar Bandung
Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com


