KMP Soroti Dugaan Skandal P-APBD 2025: Pembayaran DBHP Lama Dinilai Tak Berdasar dan Berpotensi Langgar Hukum
PURWAKARTA | KabarGEMPAR.com – Komunitas Madani Purwakarta (KMP) menilai terdapat indikasi pelanggaran serius dalam pelaksanaan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) 2025 Kabupaten Purwakarta. Dugaan pelanggaran tersebut berkaitan dengan dimasukkannya pembayaran Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) tahun anggaran 2016–2018 yang dinilai tidak memiliki dasar hukum dan keuangan yang sah.
Ketua KMP, Ir. Zaenal Abidin, MP, menjelaskan bahwa hasil penelusuran pihaknya terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Jawa Barat Nomor 35A/LHP/XVIII.BDG/05/2024 menunjukkan tidak ada satu pun rekomendasi, perintah, atau amanat pembayaran DBHP lama dalam dokumen resmi tersebut.
“Frasa tentang DBHP tahun 2016 hanya muncul satu kali di Lampiran 18.d, dan tidak mengandung kalimat perintah pembayaran. Jadi, dasar yang digunakan Pemkab dan DPRD untuk memasukkan pembayaran DBHP dalam P-APBD 2025 jelas keliru,” tegas Zaenal, Jumat (7/11/2025).
LHP Tidak Instruksikan Pembayaran
Dalam audit BPK yang dijadikan acuan, istilah ‘Beban Transfer Bagi Hasil Pajak kepada Pemerintah Desa Tahun 2016’ hanya muncul satu kali pada Lampiran 18.d dengan nilai Rp19,47 miliar.
KMP menegaskan bahwa lampiran tersebut hanyalah catatan administratif mengenai beban akuntansi, bukan perintah atau rekomendasi pembayaran.
“Lampiran itu tidak memiliki konsekuensi fiskal langsung. Tidak ada kalimat ‘agar dibayarkan’ atau ‘agar dilunasi’. Jadi tidak bisa dijadikan dasar pembayaran,” ujarnya.
Pelanggaran Asas Keuangan Negara
Menurut KMP, langkah DPRD yang menyetujui pembayaran lintas tahun tersebut telah melanggar tiga asas utama keuangan negara, yakni:
- Asas Tahunan (Annuality); setiap pengeluaran harus diselesaikan dalam tahun anggarannya.
- Asas Spesialitas Anggaran; DBHP tidak boleh dibayar menggunakan PAD, Belanja Tidak Terduga, atau SILPA umum.
- Asas Mandatory Spending; DBHP wajib disalurkan tepat waktu sesuai peraturan.
“Persetujuan DPRD terhadap P-APBD 2025 bukan bentuk fungsi pengawasan, melainkan pembenaran terhadap pelanggaran prinsip tata kelola keuangan negara,” ujar Zaenal menambahkan.
Berpotensi Langgar UU Tipikor
KMP menilai, kebijakan pembayaran DBHP lintas tahun tanpa dasar hukum sah berpotensi melanggar Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terkait permufakatan jahat, serta Pasal 3 UU Tipikor mengenai penyalahgunaan kewenangan.
“Ada indikasi kuat bahwa keputusan politik anggaran ini bisa masuk ranah pidana korupsi karena menggunakan tafsir audit secara salah untuk melegalkan pembayaran yang tidak sah,” kata Zaenal.
KMP Desak Audit Investigatif
KMP meminta Inspektorat Daerah dan BPKP untuk segera melakukan audit investigatif terhadap DBHP tahun 2016–2018. Audit itu dinilai penting guna memastikan legalitas dana dan memastikan tidak terjadi manipulasi dalam proses perencanaan maupun penganggaran di P-APBD 2025.
Selain itu, KMP juga mendorong aparat penegak hukum untuk mengawasi implementasi P-APBD agar tidak menjadi celah penyalahgunaan kewenangan.
“Faktanya, BPK tidak pernah memerintahkan pembayaran DBHP lama. Jika DPRD dan Bupati tetap memaksakan kebijakan ini, maka mereka sedang membuka skandal hukum baru,” pungkas Zaenal Abidin.
Reporter: Heri Juhaeri


