Korupsi Rp5,1 Miliar, Giovanni Bintang Rahardjo Hanya Dihukum 2 Tahun Penjara
BANDUNG | KabarGEMPAR.com – Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung Kelas IA terhadap terdakwa Giovanni Bintang Rahardjo menuai sorotan publik. Meski dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, Majelis Hakim hanya menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun, sebuah vonis yang dinilai belum mencerminkan rasa keadilan dan efek jera.
Sidang pembacaan putusan digelar pada Rabu, 17 Desember 2025, dengan Ketua Majelis Hakim Agus Komarudin, S.H., didampingi Novian Saputra, S.H. dan Jeffry Yetta Sinaga, S.H.. Dalam amar putusan Nomor 77/Pid.Sus/2025/PN Bandung, majelis menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b UU Tipikor.
Ironisnya, meski nilai kerugian negara yang harus dikembalikan mencapai Rp5.145.224.363, hukuman badan yang dijatuhkan relatif singkat. Kondisi ini kembali memunculkan kritik klasik: hukuman bagi pelaku korupsi kerap tidak sebanding dengan dampak kerugian yang ditimbulkan terhadap keuangan negara dan kepercayaan publik.
Selain pidana penjara, terdakwa dijatuhi denda Rp150 juta, dengan ancaman kurungan pengganti selama 3 bulan jika tidak dibayar. Majelis Hakim juga memerintahkan pembayaran uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan inkracht. Jika tidak dipenuhi, Jaksa Penuntut Umum berwenang menyita dan melelang harta terdakwa, dengan ancaman pidana tambahan satu tahun penjara bila harta tidak mencukupi.
Jaksa Penuntut Umum dari Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Karawang, yakni Tri Yulianto Satyadi, S.H. dan Irwan Adi Cahyadi, S.H., dinilai telah menjalankan fungsi penuntutan sesuai koridor hukum. Namun demikian, putusan akhir tetap berada di tangan majelis hakim, yang kini tak luput dari kritik masyarakat sipil.
Sejumlah kalangan menilai, ringannya hukuman koruptor berpotensi melemahkan semangat pemberantasan korupsi, terlebih di tengah gencarnya narasi perang melawan korupsi yang kerap digaungkan negara. Publik berharap aparat penegak hukum tidak hanya berpegang pada aspek formal yuridis, tetapi juga mempertimbangkan rasa keadilan sosial dan dampak sistemik kejahatan korupsi.
Putusan ini sekaligus menjadi ujian bagi komitmen negara dalam menempatkan korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Tanpa keberanian menjatuhkan hukuman yang tegas dan proporsional, vonis semacam ini dikhawatirkan hanya akan menjadi preseden buruk dan memperpanjang daftar panjang perkara korupsi dengan hukuman yang dinilai ringan.
Laporan: Tim Kabar Jabar
