KY Nyatakan 3 Hakim Kasus Tom Lembong Langgar Etik, Kepercayaan Publik pada Peradilan Kembali Dipertanyakan
JAKARTA | KabarGEMPAR.com – Komisi Yudisial (KY) secara resmi menyatakan tiga hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang mengadili perkara korupsi izin impor gula dengan terdakwa eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Ketiga hakim tersebut yakni Dennie Arsan Fatrika selaku Ketua Majelis, serta Purwanto S Abdullah dan Alfis Setyawan sebagai hakim anggota.
Putusan itu tertuang dalam Putusan KY Nomor 0098/L/KY/VIII/2025, yang diputus dalam Sidang Pleno Komisi Yudisial pada 8 Desember 2025, dan dihadiri lima anggota KY.
Dalam amar putusannya, KY mengusulkan sanksi sedang, berupa non-palu selama enam bulan bagi ketiga hakim terlapor. Artinya, mereka direkomendasikan untuk tidak menangani perkara apapun dalam jangka waktu tersebut.
Vonis Bermasalah, Hakim Terbukti Melanggar Etik
Putusan KY ini menjadi penegasan bahwa proses peradilan yang menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp750 juta terhadap Tom Lembong tidak sepenuhnya berjalan sesuai standar etik hakim.
Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menyebut keputusan KY sebagai pembenaran atas langkah hukum yang ditempuh kliennya.
“Akhirnya upaya tim penasihat hukum berhasil membuktikan bahwa hakimnya bersalah,” ujar Ari Yusuf, Jumat (26/12/2025).
Tom Lembong sebelumnya melaporkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung, atas dugaan kuat pelanggaran etik dalam proses persidangan.
Abolisi Presiden, Bukan Akhir Masalah
Kasus ini semakin menyedot perhatian publik karena Tom Lembong telah menerima abolisi dari Presiden RI Prabowo Subianto, sehingga proses pidana terhadap dirinya dihentikan.
Namun, abolisi tersebut tidak serta-merta menghapus persoalan mendasar terkait integritas peradilan. Justru, temuan KY memperkuat dugaan bahwa vonis terhadap Tom Lembong lahir dari proses yang bermasalah secara etik.
Tom Lembong sendiri menegaskan bahwa pelaporan terhadap para hakim bukan demi kepentingan pribadi, melainkan sebagai bagian dari upaya memperbaiki sistem hukum dan menjaga marwah peradilan.
Alarm Keras bagi Reformasi Peradilan
Putusan KY ini menjadi alarm keras bagi Mahkamah Agung dan lembaga peradilan. Publik kembali dihadapkan pada fakta bahwa pelanggaran etik hakim masih terjadi dalam perkara besar dan strategis, yang berdampak langsung pada nasib hukum seseorang.
KabarGEMPAR.com menilai, sanksi non-palu saja tidak cukup jika tidak diikuti dengan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pengawasan hakim, termasuk transparansi putusan dan akuntabilitas majelis dalam perkara tindak pidana korupsi.
Kasus Tom Lembong kini tak lagi sekadar soal individu, melainkan telah menjelma menjadi cermin rapuhnya kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Redaksi KabarGEMPAR.com akan terus mengawal perkembangan kasus ini sebagai bagian dari komitmen jurnalisme kritis dan berpihak pada kepentingan publik.
Laporan: Tim Kabar Nasional
