Menakar Ulang Keadilan dalam Pemungutan Pajak Daerah

Tim Penggugat, Andhika Kharisma, SH, CPL, didampingi Pakar Hukum Tata Negara Prof. Dr. Margarito Kamis, SH, M.Hum., melakukan judicial review SK Bupati Karawang ke Mahkamah Agung, Selasa (21/10/2025).

Oleh: Mulyadi | Pemimpin Redaksi

KABARGEMPAR.COM – Langkah hukum yang ditempuh oleh Andhika Kharisma, SH, CPL, bersama Prof. Dr. Margarito Kamis, SH, M.Hum., untuk menggugat Surat Keputusan (SK) Bupati Karawang Nomor 973/Kep.502-Huk/2021 ke Mahkamah Agung (MA) bukan hanya perlawanan terhadap kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar 620 persen, melainkan juga bentuk penegakan asas legalitas dan kepastian hukum dalam kebijakan publik.

Di tengah maraknya keluhan warga, judicial review ini menjadi yang pertama di Indonesia terhadap kebijakan pajak daerah yang ditetapkan melalui SK Kepala Daerah.

Pajak Naik Tanpa Dasar Hukum yang Jelas

Sejak tahun 2021, masyarakat Karawang dikejutkan dengan lonjakan pajak bumi dan bangunan yang dinilai tidak wajar. Warga yang sebelumnya membayar PBB sekitar Rp400 ribu per tahun, tiba-tiba harus menanggung beban hingga Rp3 juta lebih.

Masalahnya, menurut Andhika, kenaikan ini tidak memiliki dasar hukum yang sah. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 208/PMK.07/2014 yang kini diperbarui dengan PMK No. 85/2024, setiap pemerintah daerah wajib membuat Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tentang tata cara penilaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagai dasar penetapan PBB.

Namun sejak 2021 hingga kini, Kabupaten Karawang belum memiliki Perkada tersebut.
Artinya, penetapan NJOP dan pungutan pajak yang dilakukan berdasarkan SK Bupati tanpa dasar hukum yang lebih tinggi berpotensi cacat formil dan melanggar asas legalitas.

Cacat Kewenangan dan Pelanggaran Asas Hukum

Dalam sistem hukum Indonesia, SK Bupati bukanlah peraturan yang dapat menetapkan norma umum dan mengikat seluruh masyarakat, kecuali jika mendapat delegasi langsung dari Perda atau Perkada.

Tanpa dasar tersebut, SK yang menaikkan NJOP menjadi keputusan ultra vires – melampaui kewenangan kepala daerah.
Tindakan semacam ini tidak hanya menyalahi administrasi, tapi juga dapat menimbulkan maladministrasi dan potensi kerugian keuangan negara, karena pemungutan pajak tanpa dasar hukum sah setara dengan pungutan liar (illegal levy) dalam hukum administrasi publik.

Preseden Penting Bagi Daerah Lain

Langkah hukum ke MA ini menjadi preseden nasional penting.
Biasanya, keberatan terhadap pajak hanya diselesaikan melalui Pengadilan Pajak atau jalur administratif. Namun karena objek gugatan adalah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang bersifat normatif, maka MA berwenang menguji melalui judicial review sesuai Pasal 31A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.

Jika judicial review ini dikabulkan, dampaknya luar biasa:

1. SK Bupati Karawang akan batal demi hukum;

2. Pemkab wajib mengembalikan kelebihan pembayaran pajak (restitusi) sejak 2021;

3. Pemkab tidak boleh lagi memungut PBB sampai ada aturan baru yang sah dan sesuai PMK.

Antara Keadilan Fiskal dan Kepastian Hukum

Pajak memang menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan. Namun pajak juga menyangkut keadilan sosial dan legitimasi hukum.
Kenaikan pajak tanpa dasar yang jelas sama saja dengan menyalahgunakan otoritas fiskal.
Negara tidak boleh menggunakan kekuasaan memungut pajak sebagai alat penindasan ekonomi rakyat.

Kasus Karawang menunjukkan bahwa kebijakan fiskal tanpa dasar hukum yang kuat hanya akan menciptakan krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
Kepastian hukum dalam kebijakan pajak bukan sekadar formalitas, tetapi jaminan bahwa setiap rupiah yang dibayar rakyat memiliki legitimasi konstitusional.

Judicial review SK Bupati Karawang ini bukan sekadar persoalan nominal pajak, tetapi ujian terhadap integritas sistem hukum daerah.
Apakah pemerintah daerah masih menghormati prinsip hukum, atau mengabaikannya demi kepentingan fiskal sesaat?

Apapun hasilnya nanti, gugatan ini telah membuka jalan baru bagi masyarakat untuk menuntut transparansi dan legalitas kebijakan publik.
Jika MA berpihak pada rakyat, maka sejarah akan mencatat: dari Karawang, rakyat pertama kali menggugat pajak yang tidak sah dan menang.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *