Mendagri Tito Ingatkan Daerah Tinjau Ulang Kenaikan PBB, Perda No. 6 Tahun 2025 Karawang Jadi Sorotan
KARAWANG | KabarGEMPAR.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengingatkan pemerintah daerah agar lebih berhati-hati dalam menerapkan kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Ia menegaskan, penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) maupun tarif PBB harus mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat agar tidak menimbulkan gejolak.
“Saya menyampaikan agar dikaji dan kemudian, jika kondisi sosial masyarakat tidak kondusif atau tidak elok untuk dilakukan suatu kebijakan, maka tunda. Tunda atau batalkan,” kata Tito, dikutip dari ANTARA, Selasa (19/8/2025).
Tito menjelaskan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) memberi kewenangan bagi pemkab/pemkot untuk menyesuaikan NJOP minimal setiap tiga tahun sekali mengikuti harga pasar, yang kemudian ditetapkan melalui peraturan kepala daerah. Namun, ia mengingatkan agar penyesuaian itu dilakukan dengan komunikasi yang baik kepada masyarakat.
Menurutnya, Kemendagri memang tidak memiliki kewenangan langsung untuk membatalkan kebijakan kenaikan PBB yang dibuat daerah. Meski begitu, pihaknya sudah menerbitkan surat edaran agar setiap kepala daerah benar-benar memperhitungkan kemampuan masyarakat sebelum mengambil keputusan. Jika masih terjadi penolakan, jalur hukum tersedia dengan mengajukan permohonan pengujian perda atau perkada ke Mahkamah Agung (MA).
“Nanti Mahkamah Agung yang jadi wasitnya,” tegas Tito.
Data Kemendagri menunjukkan, ada 20 kabupaten/kota yang menaikkan NJOP hingga 100 persen atau lebih. Dari jumlah tersebut, dua daerah yakni Kabupaten Pati dan Jepara sudah memutuskan membatalkan kebijakan kenaikan setelah menimbulkan penolakan warga.
Perda No. 6 Tahun 2025 Karawang Jadi Sorotan
Imbauan Mendagri ini semakin relevan dengan kondisi di Kabupaten Karawang. Pemkab telah mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2025 tentang penyesuaian NJOP, yang akan berlaku efektif pada 1 Januari 2026. Perda ini diperkirakan bakal memicu kenaikan signifikan pada beban PBB masyarakat.

Pemerhati kebijakan publik, Jiji Makriji, mengingatkan agar Pemkab Karawang tidak abai terhadap situasi sosial di lapangan. Ia menilai, kenaikan PBB melalui Perda tersebut berpotensi menambah beban masyarakat yang masih berjuang menghadapi pemulihan ekonomi.
“Pemda memang punya kewenangan menyesuaikan NJOP, tapi jangan sampai kebijakan ini membabi buta tanpa memperhitungkan kondisi sosial masyarakat. Jika masyarakat merasa terbebani, bukan hanya penolakan yang muncul, tapi juga potensi ketidakpercayaan terhadap pemerintah daerah,” ujar Jiji, Minggu (21/9/2025).
Menurut Jiji, semangat UU HKPD seharusnya tidak diterjemahkan sekadar sebagai instrumen fiskal, melainkan harus tetap berpihak pada kepentingan rakyat. Ia menilai Pemkab Karawang perlu melakukan evaluasi serius, sejalan dengan arahan Mendagri.
“Kalau Perda ini justru menekan masyarakat, maka Pemkab Karawang harus berani mengevaluasi. Jangan jadikan rakyat hanya objek pungutan. Harus ada dialog, transparansi, dan kebijakan afirmatif agar rakyat kecil tidak semakin terjepit,” pungkasnya.
Laporan: Tim Kabar Karawang
Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com