Pakar Hukum Dukung DPR Buka Lagi Kasus Megaskandal BLBI-BCA

Gedung BCA Pusat.

JAKARTA | KabarGEMPAR.com – Pakar hukum dan pembangunan, Hardjuno Wiwoho, mendukung langkah DPR membuka kembali kasus megaskandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terkait dugaan penyelewengan akuisisi 51 persen saham BCA oleh Djarum Group.

“Saya kira, masih sangat relevan untuk mengingatkan kembali publik terhadap kasus lama yang belum tuntas. Momentum ini penting. Jangan sampai bangsa ini dibebani skandal masa lalu yang tidak pernah selesai. Saya mendukung rencana Fraksi PKB di DPR membuka lagi skandal BLBI-BCA,” kata Hardjuno di Jakarta, Senin (18/8/2025).

Hardjuno menjelaskan, penjualan 51 persen saham BCA kepada pihak swasta terjadi pada 2002. Menurutnya, transaksi itu seharusnya berlandaskan prinsip good corporate governance. Namun, justru muncul dugaan kongkalikong karena harga jual saham dinilai terlalu murah.

“Nilai jual hanya sekitar Rp5 triliun, padahal BCA punya aset Rp117 triliun dan memegang obligasi rekap senilai Rp60 triliun. Angka ini tidak sebanding dengan valuasi sebenarnya. Dari kacamata hukum dan tata kelola, patut diduga ada persoalan serius,” tegas Hardjuno, kandidat doktor Hukum Pembangunan Universitas Airlangga.

Sebagai mantan staf ahli Panitia Khusus (Pansus) BLBI DPD RI, Hardjuno menegaskan dirinya menemukan catatan bahwa BCA masih memiliki kewajiban terkait BLBI sebesar Rp26,596 triliun. “Ini bukan angka kecil. Sampai hari ini, publik perlu tahu apakah kewajiban itu sudah benar-benar dilunasi atau tidak,” ujarnya.

Ia juga menyoroti keberadaan Obligasi Rekap (OR) yang pernah dimiliki BCA. Menurutnya, negara harus menanggung beban bunga rata-rata Rp7 triliun per tahun hingga 2009, dengan total mencapai Rp60,8 triliun. “Itu artinya, APBN kita tersedot untuk menutup kebijakan masa lalu, sementara kewajiban pihak swasta belum selesai,” tegas Hardjuno.

Hardjuno mengaitkan skandal ini dengan pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR pada 16 Agustus 2025. “Presiden sudah menegaskan negara tidak boleh kalah dengan konglomerat nakal. Ini momentum yang tepat untuk mengusut tuntas,” tambahnya.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR, Abdullah, juga mendesak pemerintah menyelesaikan megaskandal BLBI-BCA. Ia menilai ada dugaan permainan dalam akuisisi 51 persen saham BCA oleh Djarum Group dengan harga yang terlalu murah.

“Untuk mengusutnya tidaklah rumit. Sudah ada temuan Pansus BLBI DPD RI. KPK jangan tumpul mengusut kasus ini. Mulai lakukan penyelidikan dan penyidikan dugaan korupsi BLBI-BCA,” kata Abdullah di Jakarta, Senin (18/8/2025).

Abdullah menegaskan, Komisi III akan segera memanggil KPK, Pansus DPD RI, dan pihak terkait lainnya untuk mendalami kasus tersebut. “Komisi III berkoordinasi dengan Pansus DPD RI untuk mendalami informasi terkait perkembangan kasus BLBI-BCA. Setelah itu akan kami lakukan rapat dengan KPK dan Pansus DPD RI untuk membahas kasus ini,” ujarnya.

Senada, ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Sasmito Hadinegoro, mendorong Presiden Prabowo Subianto turun tangan menyelamatkan uang negara dalam skandal BLBI-BCA.

“Angin kencang beberapa kali telah kita tiupkan untuk mengusut kembali kasus BLBI-BCA. Pemerintah punya hak untuk mengambil kembali 51 persen saham BCA, tanpa harus bayar,” kata Sasmito, yang juga Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), di Jakarta, Selasa (12/8/2025).

Sasmito menduga, akuisisi saham BCA oleh Djarum Group pada era Presiden Megawati penuh rekayasa. “Pada Desember 2002, nilai saham BCA Rp117 triliun. Dalam buku, BCA punya utang ke negara Rp60 triliun, diangsur Rp7 triliun setiap tahunnya,” ungkapnya.

Laporan: Tim Kabar Nasional | Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup