Papua di Era Prabowo: Dari Istana ke Pedalaman
JAKARTA | KabarGEMPAR.com – Presiden Prabowo Subianto melantik Matius Fakhiri sebagai Gubernur Papua dan Velix Vernando Wanggai sebagai Ketua Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua, Rabu (8/10/2025), di Istana Negara Jakarta.
Dua nama yang kini memikul beban besar: menjahit kembali luka pembangunan, dan memastikan Papua tak lagi tertinggal.
“Negara harus hadir menyentuh saudara-saudara kita di pantai, pegunungan, pedalaman, hingga rawa-rawa,” tegas Velix di hadapan media.
Kata-kata itu menggema bukan sekadar retorika, tapi pesan bahwa era baru tengah dimulai.
Prabowo dan Mimpi Besar untuk Timur Nusantara
Sejak awal masa pemerintahannya, Prabowo menegaskan: Papua bukan halaman belakang Republik.
Bagi mantan jenderal ini, membangun Papua berarti membangun martabat bangsa. Ia tak ingin pembangunan berhenti di meja birokrasi. Ia ingin kerja cepat, terukur, dan menyentuh rakyat.
Komite Eksekutif yang baru dibentuk menjadi ujung tombak. Lembaga ini diberi mandat mengawal delapan agenda besar Asta Cita Papua dari infrastruktur hingga kesetaraan gender, dari ekonomi kreatif hingga pemerintahan yang bersih.
Bukan hal mudah. Tapi di bawah kepemimpinan Prabowo, arah politik pembangunan kini lebih terpadu dan berani menembus batas administratif.
Matius Fakhiri: Kami Satu, Kami Papua, Kami Indonesia
Usai dilantik, Matius Fakhiri tampil tenang namun berapi-api.
Ia tahu, tanggung jawab Papua bukan hanya soal anggaran dan program. Ini soal kepercayaan dan identitas.
“Kami tidak membeda-bedakan siapa pun. Kami satu, kami Papua, kami Indonesia,” ujar Matius.

Di balik ucapannya, ada harapan baru: Papua ingin bicara dalam bahasa pembangunan, bukan keluhan.
Sebagai provinsi induk, Papua kini jadi panutan bagi lima provinsi otonomi baru Papua Selatan, Tengah, Pegunungan, Barat Daya, dan Barat.
Koordinasi, kata Matius, akan diperkuat. Prioritas utamanya: pendidikan dan kesehatan.
Dua sektor yang selama ini menjadi luka lama, kini jadi fondasi perubahan.
Di Pedalaman, Harapan Masih Menyala
Beberapa jam setelah pelantikan, di Wamena, seorang guru bernama Yohana Wetipo mendengar kabar itu lewat radio sekolah.
Ia tersenyum. “Semoga kali ini benar-benar sampai ke sini,” katanya lirih.
Sekolah tempat Yohana mengajar masih berdinding papan dan berlantai tanah. Tapi semangat anak-anaknya tak pernah surut.
“Kalau Presiden Prabowo bilang negara hadir sampai ke rawa-rawa, kami tunggu di sini. Kami di gunung, kami juga Indonesia,” tambahnya.
Kisah Yohana adalah cermin dari ribuan suara lain di Tanah Papua. Mereka menunggu, tapi juga tetap berjuang. Karena mereka tahu: pembangunan sejati bukan hanya soal dana, tapi tentang kehadiran negara yang terasa di dada rakyatnya.
Komite Eksekutif: Dari Istana Menuju Tanah Harapan
Ketua Komite Velix Wanggai memahami medan berat yang dihadapinya. Ia bicara tentang integrasi lintas sektor, sinkronisasi kebijakan, dan pengawalan langsung ke daerah-daerah terpencil.
Dalam visinya, Papua akan dikelola sebagai satu kesatuan ruang kebijakan bukan terpecah dalam sekat administratif atau ego lembaga.
“Agenda besar ini tidak bisa parsial. Papua harus dilihat sebagai satu tubuh yang hidup,” ujar Velix.
Di bawah komite ini, setiap langkah pembangunan akan diawasi dan diukur dampaknya terhadap masyarakat mulai dari distrik hingga kampung-kampung adat.
Era Baru Papua: Dari Janji ke Bukti
Pelantikan ini bukan sekadar seremoni di Istana. Ia adalah titik awal transformasi.
Presiden Prabowo telah membuka lembaran baru: pembangunan Papua sebagai proyek kebangsaan, bukan proyek politik.
Kini, semua mata tertuju ke timur. Dari Jayapura hingga Merauke, dari Nabire hingga Asmat.
Papua sedang menunggu bukti, bukan sekadar janji.
Dan di balik langit biru yang membentang dari Samudra Pasifik hingga pegunungan tengah, gema itu terus terdengar:
“Kami Papua. Kami Indonesia.”
Laporan: Tim Kabar Nasional
Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com