Pejabat Kemendikbudristek Akui Tak Berani Membantah Arahan Nadiem soal Pengadaan Chromebook

Terungkap di persidangan, pejabat Kemendikbudristek mengaku tak berani membantah arahan Nadiem Makarim dalam pengadaan Chromebook. Kekhawatiran akan intervensi kekuasaan disebut mengalahkan pertimbangan teknis dan kepentingan pendidikan. Fakta ini dibuka Jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

JAKARTA | KabarGEMPAR.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap adanya kekhawatiran serius di kalangan pejabat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terkait dugaan intervensi langsung Menteri saat itu, Nadiem Makarim, dalam proses pengadaan laptop berbasis Chromebook tahun anggaran 2020–2021.

Fakta tersebut terungkap dalam pembacaan surat dakwaan terhadap Sri Wahyuningsih, Direktur Sekolah Dasar sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Direktorat Sekolah Dasar Kemendikbudristek, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).

JPU menyebut, sejumlah pejabat internal merasa tidak memiliki ruang untuk membantah atau mengoreksi arahan yang datang dari lingkaran menteri, meskipun kebijakan tersebut dinilai bermasalah secara teknis maupun empiris.

Pada April 2020, saat proses awal pengadaan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berlangsung, pejabat Kemendikbudristek menggelar rapat internal secara daring. Dalam rapat tersebut, dibahas pembentukan tim teknis dan spesifikasi perangkat yang sebelumnya telah disusun oleh konsultan teknologi Ibrahim Arief.

Jaksa menegaskan, spesifikasi yang disusun sejak awal sudah mengarah pada satu produk tertentu, yakni Chromebook, sehingga menghilangkan prinsip netralitas dan persaingan sehat dalam pengadaan barang dan jasa.

Dalam rapat lanjutan, hampir seluruh peserta menyampaikan kekhawatiran atas intervensi yang dilakukan Jurist Tan dan Fiona Handayani, yang merupakan staf khusus menteri. Keduanya disebut aktif mengarahkan penyusunan spesifikasi teknis, meskipun tidak memiliki kewenangan struktural dalam proses pengadaan.

“Para pejabat merasa bahwa arahan tersebut mewakili langsung kehendak menteri, sehingga tidak bisa dibantah,” ungkap JPU di persidangan.

Padahal, menurut jaksa, para pejabat juga mengetahui bahwa sistem operasi Chrome sebelumnya pernah gagal dalam uji coba program digitalisasi pendidikan di era Menteri Pendidikan sebelumnya, Muhadjir Effendy, terutama di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Kegagalan tersebut menyebabkan perangkat tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh guru dan siswa.

Meski berbagai keberatan telah disampaikan dalam forum internal, tim teknis pengadaan tetap dibentuk dan proses pengadaan Chromebook terus berjalan.

Kasus ini menjadi salah satu perkara korupsi pendidikan terbesar yang tengah disidangkan, dengan dugaan kerugian negara mencapai triliunan rupiah. Jaksa menilai, pengadaan tidak semata-mata didorong oleh kebutuhan pendidikan, melainkan sarat kepentingan dan penyalahgunaan kewenangan.

Sidang perkara pengadaan Chromebook ini masih akan berlanjut dengan pemeriksaan saksi-saksi dan terdakwa lainnya.

Laporan: Tim Kabar Nasional

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *