Pengembalian Uang Tak Hentikan Pidana, Publik Bekasi Desak Kejati Jabar Buka Aktor Lain Korupsi Tunjangan DPRD
BEKASI | KabarGEMPAR.com – Penahanan dua tersangka dalam perkara dugaan korupsi tunjangan perumahan DPRD Kabupaten Bekasi belum menjawab pertanyaan utama publik: siapa saja pihak yang menikmati aliran dana tersebut selama hampir tiga tahun. Informasi mengenai pengembalian uang oleh sejumlah pejabat justru memperkuat dugaan bahwa penerima manfaat tidak berhenti pada dua nama yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menahan dua tersangka, masing-masing dari unsur anggota DPRD dan aparatur sipil negara. Dari unsur ASN, penyidik menetapkan RAS, Sekretaris DPRD Kabupaten Bekasi pada periode perkara berlangsung. Namun publik menilai konstruksi perkara tidak mungkin berdiri hanya pada dua pelaku, mengingat tunjangan perumahan dibayarkan secara kolektif kepada anggota dewan.
Sejumlah sumber di lingkungan pemerintahan daerah menyebutkan bahwa Bupati dan Wakil Bupati Bekasi saat ini, keduanya merupakan anggota DPRD periode 2019–2024, telah mengembalikan uang tunjangan perumahan yang mereka terima. Sumber tersebut tidak menjelaskan kepada siapa uang itu dikembalikan dan melalui mekanisme apa pengembalian dilakukan.
Pengembalian Uang Tidak Menghapus Pidana
Praktisi hukum, Ibnu Mahtumi, SH., menegaskan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus pertanggungjawaban pidana pelaku korupsi. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 secara tegas mengatur hal tersebut.
Pasal 4 UU Tipikor menyatakan, “Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi.” Artinya, meskipun uang telah dikembalikan, proses hukum tetap wajib berjalan.
Selain itu, Pasal 18 UU Tipikor menempatkan pengembalian kerugian negara sebagai pidana tambahan, bukan sebagai alasan penghentian perkara. “Logika hukumnya jelas, pengembalian uang hanya memulihkan sebagian kerugian negara, tetapi tidak menghapus perbuatan melawan hukum,” kata seorang akademisi hukum pidana di Bandung.
Dengan demikian, jika ada pihak yang mengembalikan uang tunjangan perumahan, langkah tersebut justru dapat menjadi petunjuk awal bahwa yang bersangkutan pernah menerima dana yang diduga bermasalah. Fakta ini seharusnya membuka ruang pendalaman penyidikan, bukan menutupnya.
Potensi Tersangka Baru
Secara hukum, penerima aliran dana hasil korupsi dapat dijerat sebagai pelaku, turut serta, atau penerima gratifikasi, tergantung pada peran dan tingkat pengetahuannya. Pasal 55 KUHP memungkinkan penyidik menjerat pihak-pihak yang bersama-sama melakukan atau turut membantu terjadinya tindak pidana.
Jika anggota DPRD atau pejabat lain mengetahui bahwa dasar pembayaran tunjangan perumahan melanggar ketentuan perundang-undangan, namun tetap menerima, maka unsur mens rea atau niat dapat dipertimbangkan oleh penyidik.
Ketua Umum Relawan Rakyat Membela Prabowo, Haetami, menilai penahanan dua tersangka hanya pintu awal. Ia menduga masih banyak praktik korupsi lain di lingkungan DPRD Kabupaten Bekasi yang belum tersentuh, termasuk dugaan manipulasi anggaran perjalanan dinas.
“Kalau satu skema terbukti bermasalah, sangat mungkin skema lain juga terjadi. Kami akan segera melaporkan dugaan korupsi perjalanan dinas ke Kejati Jawa Barat,” ujar Haetami.
Ujian Integritas Penegakan Hukum
Publik Kabupaten Bekasi kini menempatkan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat di bawah sorotan. Penanganan perkara ini dinilai sebagai ujian integritas aparat penegak hukum dalam membongkar korupsi yang diduga melibatkan banyak pihak dan berlangsung secara sistemik.
Masyarakat mendesak kejaksaan menelusuri seluruh aliran dana, memeriksa semua penerima tunjangan perumahan, serta mengungkap peran pejabat yang menyusun, menyetujui, dan meloloskan anggaran tersebut. Transparansi dan keberanian menetapkan tersangka baru dinilai krusial untuk memulihkan kepercayaan publik.
Hingga berita ini diturunkan, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat belum memberikan keterangan resmi terkait status pengembalian uang oleh sejumlah pejabat maupun kemungkinan pengembangan perkara terhadap pihak lain. Publik menunggu, apakah hukum benar-benar berdiri tegak, atau justru berhenti di hadapan gedung mewah yang selama ini dibangun dari amanat rakyat.
Reporter: Aceng Sobari | Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com
