Revitalisasi Tambak Rp26 Triliun: Antara Janji Ekonomi Biru dan Bayang-Bayang Korupsi Agraria, Jangan Sampai Rakyat Jadi Korban!
EDITORIAL KabarGEMPAR.com
Oleh: Mulyadi | Pemimpin Redaksi
KABARGEMPAR.COM – Proyek revitalisasi tambak Pantura Jawa Barat senilai Rp26 triliun kembali mengundang tanda tanya besar. Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggadang-gadang proyek ini sebagai tonggak ekonomi biru berkelanjutan, dengan target revitalisasi lebih dari 20.000 hektare tambak di empat kabupaten pesisir; Bekasi, Karawang, Subang, dan Indramayu.
Dari angka-angka yang disampaikan, proyek ini menjanjikan produktivitas 144 ton per hektare per tahun, menyerap 100 ribu tenaga kerja, dan menumbuhkan nilai ekonomi hingga Rp30 triliun per tahun.
Namun, di tengah gegap-gempita klaim investasi besar itu, kenyataan di lapangan belum seindah retorika konferensi pers. Banyak tambak masih mangkrak, petani ikan mengeluh tidak pernah dilibatkan, dan dokumen legalitas lahan belum jelas statusnya, apakah benar untuk budi daya perikanan, atau justru masih termasuk kawasan hutan yang belum dilepaskan.
Pemerhati agraria Engkos Kosasih secara tegas menantang KKP untuk membuktikan keabsahan hukum dan bukti fisik proyek tersebut. Menurutnya, tanpa transparansi dan dasar hukum yang kuat, proyek revitalisasi berpotensi menjadi modus penguasaan lahan dan penyimpangan anggaran.
“Kalau pemerintah tidak bisa menunjukkan data dan bukti lapangan, maka revitalisasi tambak ini bukan lagi program pembangunan, tapi bisa jadi skema korupsi agraria terselubung,” ujarnya menohok.
KabarGEMPAR.com menilai, proyek dengan nilai puluhan triliun ini tidak boleh dijalankan dengan model top-down tanpa partisipasi masyarakat pesisir.
Petambak, nelayan, dan warga pantai bukan penonton, mereka seharusnya menjadi subjek utama, bukan korban kebijakan.
Sudah terlalu sering rakyat kecil dikorbankan atas nama “pembangunan nasional.”
Lahan mereka digusur tanpa ganti rugi layak, akses ekonomi terhenti, sementara proyek besar hanya memperkaya segelintir pihak yang bermain di meja kebijakan. Bila pola lama ini terulang, maka jargon “ekonomi biru” hanya menjadi warna baru bagi ketidakadilan yang sama.
Kami menegaskan:
1. KKP dan Pemprov Jawa Barat harus membuka seluruh data proyek secara publik, mulai dari peta lokasi, status lahan, sumber pendanaan, dan hasil kajian lingkungan (KLHS/AMDAL).
2. Badan Pengelola Investasi Danantara wajib menjelaskan mekanisme penggunaan dana Rp26 triliun itu, termasuk siapa penerima manfaat langsungnya.
3. KPK, BPK, dan Kejaksaan Agung perlu segera mengawasi dan mengaudit proyek ini agar tidak menjadi ladang korupsi berjubah investasi.
Rakyat pesisir pantura tidak membutuhkan janji besar, mereka membutuhkan program nyata yang menyejahterakan, bukan proyek ambisius yang menenggelamkan.
Kami menyerukan agar pemerintah belajar dari kesalahan masa lalu: pembangunan tanpa transparansi hanya akan menambah luka sosial dan memperlebar jurang kemiskinan.
Jangan sampai rakyat jadi korban dari proyek yang katanya untuk rakyat.
Transparansi adalah harga mati, dan keadilan sosial harus menjadi fondasi dari setiap rupiah uang negara yang digunakan.
Redaksi KabarGEMPAR.com
“Suara Independen dari Pesisir, Menyuarakan Kebenaran untuk Indonesia yang Adil dan Transparan.”


