Uang Jemaah Uhud Tour Disita KPK, Khalid Basalamah Jadi Simpul Perkara Mega Korupsi Haji
JAKARTA | KabarGEMPAR.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya buka suara terkait penyitaan sejumlah besar uang dari biro perjalanan haji PT Zahra Oto Mandiri atau Uhud Tour, milik pendakwah kondang Ustaz Khalid Basalamah. Dana yang berasal dari ratusan jemaah itu kini menjadi barang bukti kunci dalam pusaran mega korupsi penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama (Kemenag).
Publik, khususnya para jemaah, mempertanyakan mengapa uang tersebut belum juga dikembalikan. Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, memberikan penjelasan lugas yang menempatkan sang ustaz di tengah simpul perkara.
“Pertama, uang tersebut masih ada di ustaz Khalid Basalamah,” ujar Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/9) malam.
Menurut Asep, karena dana tersebut masih berada di tangan Khalid Basalamah dan belum dikembalikan kepada jemaah, KPK memandang penyitaan sebagai langkah strategis. Uang itu disebut menjadi bukti vital adanya praktik kotor dalam penentuan kuota haji.
“Bukti bahwa memang ada oknum dari Kementerian Agama yang meminta uang kepada setiap jemaah untuk biaya percepatan kuota haji khusus,” jelas Asep sebagaimana dilansir Antara.
Menunggu Putusan Hakim
Meski telah disita, Asep menegaskan nasib uang para jemaah sepenuhnya bergantung pada keputusan majelis hakim.
“Saat sudah dibawa ke persidangan, kami tunggu putusan dari hakim. Apakah dirampas untuk negara atau dikembalikan. Jika hakim memutuskan untuk mengembalikan, maka uang tersebut akan diserahkan kepada para jemaah Uhud Tour,” katanya.

Klarifikasi Khalid Basalamah
Sebelumnya, Khalid Basalamah yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Mutiara Haji, angkat bicara melalui kanal YouTube Kasisolusi pada 13 September 2025. Ia menegaskan telah menyerahkan uang itu ke KPK, sekaligus merinci asal-usul dana.
Menurutnya, uang tersebut merupakan biaya dari 122 jemaah Uhud Tour yang disetorkan kepada Komisaris PT Muhibbah Mulia Wisata, Ibnu Mas’ud, dengan nominal 4.500 dolar AS per orang. Lebih lanjut, 37 jemaah dipaksa membayar tambahan 1.000 dolar AS agar visa mereka diproses.
“Apabila tidak membayar, visa jemaah Khalid tersebut tidak akan diproses oleh Ibnu Mas’ud,” ungkapnya.
Bagian dari Skandal Besar
Kasus ini merupakan bagian dari penyidikan besar-besaran KPK terhadap dugaan korupsi penyelenggaraan haji Kemenag tahun 2023–2024 yang dimulai sejak 9 Agustus 2025. Skandal tersebut bahkan menyeret nama mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, yang telah dimintai keterangan dan dicegah bepergian ke luar negeri.
KPK memperkirakan kerugian negara akibat skandal ini mencapai lebih dari Rp1 triliun. Angka fantastis itu sejalan dengan hasil kerja Pansus Angket Haji DPR RI yang menemukan kejanggalan pada pembagian 20.000 kuota tambahan dari Arab Saudi.
Padahal, undang-undang jelas mengamanatkan porsi 92 persen untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus. Namun, Kemenag membaginya secara rata 50:50, memicu dugaan praktik korupsi berjamaah di balik ibadah suci.
Laporan: Tim Kabar Nasional