FKSS Jabar Gugat Dedi Mulyadi ke PTUN soal Penambahan Rombel Sekolah Negeri

Foto: Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti bersama Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi dalam momen hangat penuh keakraban.

BANDUNG | KabarGEMPAR.com – Forum Kepala Sekolah Swasta (FKSS) Jawa Barat berencana menggugat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung atas keputusan menaikkan kapasitas rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri.

Ketua FKSS Jabar, Ade D. Hendriana, menyampaikan bahwa tim hukum sudah dipersiapkan, dan jika tak ada respons positif dari Pemerintah Provinsi, gugatan akan resmi dilayangkan ke PTUN.

Ade mendukung upaya mengurangi angka putus sekolah, namun menilai kebijakan penambahan rombel dari maksimal 36 menjadi 50 anak per kelas bertentangan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) yang pernah disusun untuk SPMB 2025. Ia menegaskan, “Kepgub PAPS yang tidak melibatkan sekolah swasta telah mengakibatkan keterisian sekolah SMA swasta di Jabar hanya terisi 30 persen dari target kuota.”

Ade menilai, alih-alih menambah kapasitas kelas di sekolah negeri, pemerintah dapat menyalurkan siswa kurang mampu ke sekolah swasta dengan model subsidi melalui kemitraan (MoU). Ia juga mempertanyakan status peraturan ini yang dikeluarkan sebagai keputusan gubernur (Kepgub), bukan pergub, sehingga rawan secara teknis dan legalitas.

Sebelumnya, Dedi Mulyadi menetapkan regulasi ini melalui Kepgub Nomor 463.1/Kep.323‑Disdik/2025 pada 26 Juni lalu, merespons tingginya angka putus sekolah di Jabar tercatat sebanyak 66.192 anak putus sekolah, 133.481 lulusan SMP tidak melanjutkan, dan 295.530 belum pernah bersekolah.

Sementara itu Kepala Disdik Jabar, Purwanto, membela kebijakan tersebut. Ia mengatakan penambahan rombel hanya berlaku di beberapa sekolah tertentu dan lebih ditujukan untuk siswa dari keluarga kurang mampu. Menurutnya, masih banyak calon siswa yang bisa ditampung

di sekolah swasta, bahkan setelah kuota rombel ditambah di sekolah negeri. Purwanto menambahkan: “Anak miskin masuk swasta silakan, tapi dengan perjanjian.”

Sikap skeptis terhadap keputusan ini juga muncul dari DPRD Jawa Barat, terutama Komisi V, yang berpandangan kebijakan ini mendadak dan mengabaikan regulasi tingkat nasional seperti Permendikbud Ristek No. 47/2023 yang menetapkan maksimal 36 siswa per kelas.

Reporter: Tim Kabar Jabar | Editor: Redaksi KabarGEMPAR.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup