Dugaan Penyimpangan, Proyek Revitalisasi SMKS Saintek Nurul Muslimin “Dibongkar” Mantan Humas Sekolah

Mantan humas SMKS Saintek Nurul Muslimin mengungkap dugaan kejanggalan dalam proyek revitalisasi sekolah.

Pernyataan AF dikutip dari pemberitaan onediginews.com, 11 Desember 2025.

KARAWANG | KabarGEMPAR.com – Dugaan penyimpangan dalam proyek revitalisasi SMKS Saintek Nurul Muslimin, Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang, mencuat setelah mantan Humas sekolah tersebut, AF, mengungkap sejumlah kejanggalan dalam pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Provinsi Jawa Barat Tahun 2025 senilai Rp2,7 miliar. Proyek pembangunan yang seharusnya dijalankan secara transparan itu dituding dikuasai sepenuhnya oleh Kepala Sekolah.

AF menyatakan sejak awal proses perencanaan, proyek sudah tidak mengikuti mekanisme resmi. “Proyek ini sejak awal sudah cacat hukum dan dikuasai satu orang,” ujarnya.

Panitia Diduga Fiktif, SK Disusun Sepihak

AF mengungkapkan, struktur panitia pembangunan yang dicantumkan dalam Surat Keputusan (SK) Kepala Sekolah hanya bersifat formalitas dan tidak pernah menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. Ia menuding SK tersebut disusun sepihak tanpa musyawarah, serta berisi nama-nama yang tidak memiliki kapasitas teknis.

“Nama yang tercantum di kepanitiaan tidak pernah bekerja. Seluruh tahapan pembangunan dikelola langsung oleh kepala sekolah,” kata AF.

Ia menyebut SK itu sebagai “SK tulis tonggong” karena tidak mencerminkan struktur kerja yang sah dan akuntabel. Dalam SK tersebut, operator sekolah Yahya ditunjuk sebagai ketua panitia, bendahara harian Indah sebagai bendahara, dan petugas keamanan Nisin Sanusi sebagai ketua pelaksana. AF sendiri turut dicantumkan sebagai unsur keamanan tanpa sepengetahuannya.

Bertentangan dengan Juknis dan Berpotensi Melanggar Hukum

Berdasarkan Petunjuk Teknis (Juknis) Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, proyek DAK fisik harus dilaksanakan melalui model Swakelola Tipe 1, yang mewajibkan:

Pelibatan aktif warga sekolah dan masyarakat,

Struktur panitia yang kompeten,

Pengelolaan anggaran secara kolektif,

Dokumentasi kegiatan yang dapat diaudit.

Dugaan pembentukan panitia fiktif dinilai melanggar ketentuan tersebut dan berpotensi masuk ke ranah hukum yang lebih serius. Beberapa regulasi yang relevan antara lain:

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,

Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,

serta ketentuan pidana dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pakar Hukum: Unsur Tipikor Berpotensi Terpenuhi

Pemerhati kebijakan publik dan praktisi hukum Karawang, Asep Agustian, SH., MH., menilai dugaan penyimpangan tersebut harus ditangani serius. Ia menyebut adanya indikasi pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan wewenang.

“Jika benar SK kepanitiaan direkayasa dan panitia tidak pernah bekerja, maka itu bukan sekadar pelanggaran administrasi, tetapi sudah masuk dugaan tindak pidana korupsi,” tegas Asep Agustian.

Ia menambahkan bahwa pemalsuan dokumen terkait anggaran negara dapat dikenakan Pasal 9 UU Tipikor. Sementara, penguasaan kewenangan secara sepihak hingga merugikan negara dapat memenuhi unsur Pasal 3 UU Tipikor.

“DAK harus dikelola melalui mekanisme swakelola, bukan dikuasai satu orang. Aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti laporan ini,” ujarnya.

AF Akan Tempuh Jalur Hukum

AF memastikan akan melaporkan dugaan penyimpangan tersebut kepada aparat penegak hukum. Ia juga meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit investigatif terhadap penggunaan anggaran sekolah.

“Kami tidak ingin pelanggaran seperti ini dibiarkan. DAK harus digunakan untuk kepentingan pendidikan, bukan untuk kepentingan pribadi,” katanya.

Laporan: Tim Kabar Karawang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *