Perbup Karawang No. 38 Tahun 2024 Dinilai Langgar Perda dan UU, Warga Desak Evaluasi Pemungutan Retribusi Sampah

Peraturan Bupati (Perbup) No. 38 Tahun 2024 yang menugaskan Perumdam Tirta Tarum memungut retribusi pelayanan persampahan/kebersihan kepada pelanggan PDAM.

KARAWANG | KabarGEMPAR.com – Pemerintah Kabupaten Karawang menuai kritik setelah menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) No. 38 Tahun 2024 yang menugaskan Perumdam Tirta Tarum memungut retribusi pelayanan persampahan/kebersihan kepada pelanggan PDAM. Kebijakan ini dinilai bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) No. 17 Tahun 2023 dan Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Perbup tersebut mewajibkan pelanggan PDAM membayar retribusi kebersihan melalui tagihan air bulanan, meskipun banyak dari mereka tidak menerima layanan kebersihan secara langsung dari pemerintah daerah. Warga mempertanyakan legalitas dan asas keadilan dari kebijakan tersebut.

Bertentangan dengan Aturan Lebih Tinggi

Praktisi hukum Ibnu Mahtumi, SH., MAg., menegaskan bahwa substansi Perbup 38/2024 bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Ia merujuk Pasal 87 UU No. 1 Tahun 2022 yang menyatakan bahwa retribusi hanya berlaku bagi pihak yang menggunakan atau menikmati layanan pemerintah.

“UU sudah tegas menyebutkan, retribusi hanya bisa dipungut dari mereka yang menerima layanan. Kalau pelanggan PDAM tidak menikmati layanan persampahan, tidak bisa dipaksa membayar,” kata Ibnu saat diwawancarai KabarGEMPAR.com, Jumat (18/7/2025).

Dalam Pasal 87 ayat (3) dan (4) disebutkan bahwa wajib retribusi adalah pihak yang menggunakan atau menikmati layanan, dan hanya mereka yang wajib membayar. Perda Karawang No. 17 Tahun 2023 dalam pasal 59 ayat 1  menegaskan bahwa objek retribusi persampahan adalah pelayanan nyata dan langsung dari pemerintah daerah.

Kebijakan Dinilai Cacat Formil dan Materiil

Sejumlah kalangan menilai Perbup ini tidak hanya cacat secara administratif, tetapi juga secara substansial. Ada dua alasan utama:

1. Perbup memperluas definisi “wajib retribusi” di luar ketentuan Perda dan UU.

2. Pemkab memungut retribusi dari seluruh pelanggan PDAM, tanpa verifikasi apakah mereka menerima layanan kebersihan.

Pelanggan PDAM Protes, Layanan Tidak Jelas

Banyak pelanggan PDAM mengaku keberatan karena tagihan air mereka mendadak bertambah akibat pungutan retribusi kebersihan. Padahal, mereka tak pernah merasakan kehadiran petugas atau layanan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK).

“Di lingkungan kami, sampah dikumpulkan dan dibakar sendiri. Tidak pernah ada truk atau petugas datang. Tapi tagihan PDAM kami selalu bertambah karena ada biaya kebersihan,” ujar seorang pelanggan PDAM asal Desa Kutaampel, Kecamatan Batujaya.

Biaya retribusi yang tertera dalam tagihan bervariasi, dengan

nominal mulai dari Rp7.500 tergantung jenis pelanggan.

PDAM Dilematis, Jadi Sasaran Protes

Humas Perumdam Tirta Tarum menjelaskan bahwa pihaknya hanya menjalankan tugas administratif berdasarkan penugasan dari Pemkab.

“Kami hanya menagih, bukan penyelenggara layanan kebersihan. Tapi pelanggan malah memprotes ke kami. Ini situasi yang dilematis,” jelasnya saat dikonfirmasi KabarGEMPAR.com, Senin (14/7/2025).

GEMPAR Desak Evaluasi, Dorong Audit dan Gugatan

Aktivis antikorupsi sekaligus pengamat kebijakan publik dari Gerakan Masyarakat Peduli Karawang (GEMPAR), Mulyadi, mengecam keras kebijakan ini. Ia menilai Pemkab telah melakukan maladministrasi struktural melalui kebijakan pungutan yang tidak berdasar.

“Ini pungutan liar yang disahkan lewat kebijakan. Tidak sesuai asas legalitas dan keadilan. Pemkab harus mengevaluasi, bukan membiarkan masyarakat membayar sesuatu yang tidak mereka nikmati,” tegas Mulyadi.

Ia menyebut pihaknya tengah menyusun surat keberatan resmi kepada Bupati Karawang dan mempertimbangkan langkah-langkah berikut:

Menggugat Perbup ke PTUN

Melapor ke Ombudsman RI

Mendorong DPRD Karawang menggunakan hak angket

Pemerintah Diminta Responsif dan Terbuka

Mulyadi menekankan bahwa dalam tata kelola keuangan daerah, transparansi dan manfaat langsung harus menjadi prinsip utama. Pemerintah tidak boleh memungut retribusi dari masyarakat tanpa dasar layanan yang jelas.

“Lebih baik Pemkab segera mengoreksi Perbup ini. Jangan menunggu sampai terjadi krisis kepercayaan atau konflik hukum,” ujarnya.

Kritik publik terhadap kebijakan ini menunjukkan pentingnya konsistensi antara regulasi teknis seperti Perbup dengan Perda dan Undang-Undang. Masyarakat berharap Pemkab Karawang segera mengevaluasi kebijakan tersebut sebelum gejolak sosial semakin meluas.

Laporan: Tim Kabar Karawang | Editor: Redaktur KabarGEMPAR.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup