Revitalisasi SMK Saintek Nurul Muslimin Rp 2,7 Miliar Terancam Molor, Akuntabilitas Swakelola Dipertanyakan

Proyek revitalisasi SMK Swasta Saintek Nurul Muslimin di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, yang dibiayai APBN sebesar Rp 2,73 miliar, berpotensi tidak selesai tepat waktu.

KARAWANG | KabarGEMPAR.com – Proyek revitalisasi SMK Swasta Saintek Nurul Muslimin di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 2,73 miliar, terindikasi berpotensi tidak selesai tepat waktu. Proyek yang dilaksanakan melalui skema swakelola Tipe I tersebut kini memunculkan sorotan publik terkait efektivitas pengelolaan anggaran serta fungsi pengawasan pelaksana kegiatan.

Berdasarkan papan informasi proyek, revitalisasi dijadwalkan berlangsung selama 100 hari kalender, terhitung sejak 30 Agustus hingga 15 Desember 2025. Namun, hasil penelusuran di lapangan menunjukkan kondisi fisik bangunan belum sepenuhnya rampung meski waktu pelaksanaan mendekati tenggat.

Progres Fisik Dinilai Tak Seimbang dengan Sisa Waktu

Pantauan KabarGEMPAR.com di lokasi proyek memperlihatkan struktur gedung bertingkat masih berada pada tahap pekerjaan konstruksi utama. Perancah bambu dan rangka besi masih terpasang, sementara sejumlah bagian bangunan belum memasuki fase penyelesaian akhir (finishing).

Kondisi tersebut mengindikasikan adanya potensi deviasi antara progres fisik dan jadwal pelaksanaan. Sejumlah pihak yang memahami teknis konstruksi menilai, dengan sisa waktu yang terbatas, pekerjaan idealnya sudah memasuki tahap akhir.
“Jika pekerjaan struktural masih berjalan mendekati batas waktu kontrak, risiko keterlambatan sangat tinggi,” ujar salah satu sumber yang meminta identitasnya tidak dipublikasikan.

Swakelola Tipe I, Tanggung Jawab Penuh di Internal Pelaksana

Berbeda dengan proyek konstruksi yang dikerjakan oleh penyedia jasa, revitalisasi SMK Swasta Saintek Nurul Muslimin dilaksanakan melalui skema swakelola Tipe I. Dalam skema ini, seluruh tahapan perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan dilakukan secara mandiri oleh Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP) sebagai penerima bantuan.

Ketentuan tersebut merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 sebagaimana diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021, serta Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pedoman Swakelola. Regulasi ini menegaskan bahwa pelaksana swakelola memikul tanggung jawab penuh atas ketepatan waktu, mutu pekerjaan, serta akuntabilitas penggunaan anggaran negara.

Dengan demikian, apabila terjadi keterlambatan, P2SP bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menjadi pihak yang harus memberikan pertanggungjawaban administratif. PPK secara normatif berkewajiban memastikan pelaksanaan pekerjaan berjalan sesuai perencanaan, jadwal, dan ketentuan yang telah ditetapkan dalam dokumen swakelola.

Potensi Risiko Administratif dan Audit

Keterlambatan penyelesaian proyek berpotensi bertentangan dengan prinsip akuntabilitas dan efisiensi pengelolaan keuangan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Dalam praktik pengawasan keuangan negara, proyek yang tidak selesai tepat waktu kerap menjadi objek temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), khususnya apabila berimplikasi pada tidak optimalnya pemanfaatan aset, potensi pemborosan anggaran, atau ketidaksesuaian antara realisasi fisik dan keuangan.

Hingga berita ini diturunkan, belum terdapat keterangan resmi dari pihak P2SP maupun instansi terkait mengenai langkah percepatan atau mitigasi risiko keterlambatan proyek tersebut.

Laporan: Tim Kabar Karawang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *