PERADI Kembali Pertanyakan Ratusan Miliar Duit Petrogas yang Sempat Dipamerkan Kejari Karawang
KARAWANG | KabarGEMPAR.com – Penanganan perkara korupsi di tubuh BUMD PD Petrogas Persada Karawang kembali menuai kritik tajam. Meski mantan Direktur Utama PD Petrogas, Giovanni Bintang Rahardjo (GBR), telah divonis dua tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, perkara ini belum berkekuatan hukum tetap (inkrah) lantaran Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Karawang mengajukan banding.
Ketua DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Karawang, Asep Agustian SH MH, justru menyoroti aspek mendasar yang dinilai luput dari penanganan aparat penegak hukum. Salah satunya terkait penyitaan dana deviden PD Petrogas senilai Rp101 miliar yang sempat dipamerkan ke publik oleh Kejaksaan pada 23 Juni 2025 lalu.
“Sejak awal saya mempertanyakan, berapa sebenarnya kerugian negara yang berhasil diselamatkan dari perkara ini?” ujar Asep Agustian, yang akrab disapa Askun, kepada KabarGEMPAR.com.
Dana Rp101 Miliar Dinilai Bukan Kerugian Negara
Askun menegaskan, uang Rp101 miliar yang disita dari rekening PD Petrogas di dua bank bukanlah kerugian negara, melainkan deviden atau kas perusahaan daerah yang sah. Ia menilai langkah penyitaan dan pameran uang tersebut justru menimbulkan kesan pencitraan berlebihan.
“Kalau Kejaksaan Agung memamerkan uang, itu jelas hasil pengembalian kerugian negara. Tapi ini berbeda. Ini kas Petrogas yang ‘diam’ di bank, tiba-tiba disita dan dijadikan barang bukti,” tegasnya.
Menurut Askun, jika kekhawatiran penyidik hanya soal potensi penyalahgunaan, cukup dilakukan pemblokiran rekening, bukan penyitaan total yang berdampak langsung pada operasional perusahaan.
“Sekarang dampaknya nyata. Uang itu belum bisa digunakan karena perkara belum inkrah. Akibatnya, operasional PD Petrogas terganggu, bahkan pemilihan direksi baru pun tertunda,” katanya.
Rp7,1 Miliar Tak Pernah Dikejar
Kritik lebih tajam disampaikan Askun terkait dugaan aliran dana Rp7,1 miliar yang disebut-sebut dinikmati terdakwa GBR. Ia menilai penyidik sejak awal tidak serius menelusuri ke mana uang tersebut mengalir.
“Harusnya yang dikejar itu Rp7,1 miliar. Larinya ke mana? Dalam bentuk aset apa? Kalau ini tidak dikejar, lalu apa sebenarnya yang ingin diselamatkan negara?” ujarnya.
Ia bahkan menyebut, apabila terdakwa nantinya tidak memiliki aset untuk membayar uang pengganti, maka perkara ini hanya akan berujung pada “pasang badan” tanpa pemulihan kerugian negara.
Vonis Ringan dan Pelaku Tunggal Dipertanyakan
Askun juga menilai vonis dua tahun penjara terhadap GBR, ditambah kewajiban membayar uang pengganti Rp5,1 miliar, menimbulkan kejanggalan. Pasalnya, kasus korupsi dengan nilai besar namun hanya melibatkan satu tersangka dinilai tidak lazim.
“Baru kali ini kita dengar kasus korupsi BUMD dengan tersangka tunggal. Tidak ada pengembangan, tidak ada penelusuran aliran dana, dan tidak ada kerugian negara yang nyata diselamatkan. Ini yang saya sebut seperti dagelan penegakan hukum,” sindirnya.
JPU Banding Vonis Dua Tahun
Sebelumnya, JPU Kejaksaan Negeri Karawang resmi mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung terhadap GBR.
Kepala Kejaksaan Negeri Karawang, Dedy Irwan Virantama, menyatakan banding diajukan karena vonis tersebut dinilai belum mencerminkan rasa keadilan masyarakat.
“Putusan dua tahun penjara belum mencerminkan rasa keadilan. Karena itu JPU mengajukan banding,” ujar Dedy, Selasa (23/12/2025).
Dedy menambahkan, proses banding sepenuhnya menjadi kewenangan majelis hakim tingkat banding dan diperkirakan memakan waktu sekitar empat bulan hingga putusan dijatuhkan.
Laporan: Tim Kabar Karawang
